makalah fiqh mawaris

Minggu, 11 Agustus 2013



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Dalam keluarga yang sakinah ketika terdapat masalah selalu diselesaikan dengan ajaran Islam. Namun ketika masalah warisan, banyak yang tidak menyelesaikan masalah waris tersebut dengan hokum waris Islam. Padahal sudah jelas dalam Al-Quran dan Hadits tentang pembagian harta warisan.
Pembagian harta warisan tidak semuanya terdapat dalm Al-Quran, seperti tentang khunsa dam munasakhah. Masalah ini diterangkan dalam Hadits tetapi tidak semuanya terdapat dalam Hadits. Masih banyak ulam yang berijtihad untuk memutusakan masalah ini. Sehingga harta warisan bisa dibagikan secara adil. Termasuk masalah khunsa dan munasakhah yang harus diselesaikan dengan baik dan adil.

B.     Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah masalah pembagian warisan khunsa dan munasakhah, sebagaimana tersusun dibawah ini:
ü  Definisi Khunsa.
ü  Penghitungan bagian warisan untuk khuntsa.
ü  Definisi Munaskhah.
ü  Bentuk-bentuk Munasakhah.
ü  Cara Penyelesaian Munasakhah.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi Khunsa
Orang banci atau disebut khuntsa, adalah orang yang mempunyai alat kelamin ganda (laki-laki dan perempuan), atau tidak mempunyai kedua-duanya sama sekali.Di dalam Al-Qur’an, dalam ayat-ayat mawaris, tidak disebutkan bahwa khuntsadikecualikan dalam pembagian warisan. Bahkan, kebanyakan ahli fiqih berpendapat bahwakhuntsa, bayi dalam kandungan, orang hilang, tawanan perang, dan orang-orang yang mati bersamaan dalam suatu musibah atau kecelakaan, mendapat tempat khusus dalam pembahasan ilmu faraidh. Ini berarti bahwa orang-orang ini memiliki hak yang sama dengan ahli waris lain dalam keadaan normal dan tidak dapat diabaikan begitu saja.
Seorang khuntsa ada yang masih dapat diketahui atau diidentifikasi jenis kelaminnya. Khuntsa seperti ini disebut khuntsa ghairu musykil. Jika seorang khuntsa tidak mungkin lagi untuk diidentifikasi jenis kelaminnya, maka orang itu disebut khuntsa musykil. Untuk dapat mengidentifikasi jenis kelamin seorang khuntsa, dapat ditempuh cara berikut:
ü  Meneliti alat kelamin yang dipergunakan untuk buang air kecil. Hadits Nabi SAW: “Berilah warisan anak khuntsa ini (sebagai laki-laki atau perempuan) mengingat dari alat kelamin yang mula pertama dipergunakannya untuk buang air kecil.” (HR Ibnu Abbas)
ü  Meneliti tanda-tanda kedewasaannya. Seorang laki-laki dapat dikenali jenis kelaminnya melalui tumbuhnya janggut dan kumis, perubahan suara, keluarnya sperma lewat dzakar, kecenderungan mendekati perempuan. Sementara perempuan dapat dikenali jenis kelaminnya melalui perubahan payudara, haid, kecenderungan mendekati laki-laki.
Orang yang normal sudah jelas jenis kelaminnya sehingga statusnya dalam pembagian warisan dapat ditentukan dengan segera. Tetapi berbeda halnya dengan khuntsakarena dalam sebagian besar kasus, jenis kelamin seseorang dapat menentukan bagian warisan yang diterimanya. Dari seluruh orang yang berhak sebagai ahli waris, maka adatujuh macam orang yang ada kemungkinan berstatus sebagai khuntsa. Ketujuh orang itu adalah:
ü  Anak
ü  Cucu
ü  saudara (kandung, sebapak, atau seibu)
ü  anak saudara atau keponakan (kandung atau sebapak)
ü  paman (kandung atau sebapak)
ü  anak paman atau sepupu (kandung atau sebapak)

Selain ketujuh macam orang itu, tidak mungkin berstatus sebagai khuntsa. Sebagai contoh, suami atau isteri tidak mungkin khuntsa karena salah satu syarat timbulnya perkawinan adalah terjadi antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang sudah jelas jenis kelaminnya. Begitu juga dengan bapak, ibu, kakek, dan nenek; keempat macam orang ini tidak mungkin khuntsa karena mereka sudah jelas memiliki anak dan/atau cucu.

B.     Penghitungan bagian warisan untuk khuntsa

1.      Dalam menghitung bagian warisan untuk khuntsa, ada tiga pendapat yang utama:
Menurut Imam Hanafi:
Khuntsa diberikan bagian yang terkecil dari dua perkiraan laki-laki dan perempuan, sedangkan ahli waris lain diberikan bagian yang terbesar dari dua perkiraan laki-laki dan perempuan.
2.      Menurut Imam Syafii:
Semua ahli waris termasuk khuntsa diberikan bagian yang terkecil dan meyakinkan dari dua perkiraan, dan sisanya ditahan (di-tawaquf-kan) sampai persoalan khuntsa menjadi jelas, atau sampai ada perdamaian untuk saling-menghibahkan (tawahub) di antara para ahli waris.
3.      Menurut Imam Maliki:
Semua ahli waris termasuk khuntsa diberikan separuh dari dua perkiraan laki-laki dan perempuan (nilai tengah dari dua perkiraan).
 Sementara itu, Imam Hanbali berpendapat seperti Imam Syafii dalam hal khuntsa masih dapat diharapkan menjadi jelas status jenis kelaminnya. Tetapi dalam hal status khuntsa tidak dapat diharapkan menjadi jelas, pendapat beliau mengikuti pendapat ImamMaliki.
Contoh kasus
Seseorang wafat dan meninggalkan seorang anak laki-laki dan seorang anak yang banci.
penyelesaian
Jika dianggap laki-laki, berarti ahli waris ada 2 orang anak laki-laki. Keduanya dalam hal ini adalah sebagai ‘ashabah bin-nafsi dan mewarisi seluruh harta dengan masing-masingmemperoleh 1/2 bagian.

Jika dianggap perempuan, berarti ahli warisnya seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Dalam hal ini, mereka adalah sebagai ‘ashabah bil-ghair dengan ketentuan bagian anak laki-laki sama dengan dua kali bagian anak perempuan. Jadi anak laki-laki memperoleh 2/3, sedangkan anak perempuan memperoleh 1/3. Dari kedua macam anggapan ini, pembagiannya adalah sebagai berikut:
ü  Menurut madzhab Hanafi:
Bagiananak laki-laki = 2/3
Bagian anak banci = 1/3
ü  Menurut madzhab Syafii:
Bagian anak laki-laki = 1/2
Bagian anak banci = 1/3
Sisa = 1/6 (ditahan sampai jelas statusnya)
ü  Menurut madzhab Maliki:
Bagian anak laki-laki = ½ x (1/2 + 2/3) = 7/12
Bagian anak banci = ½ x (1/2 + 1/3) = 5/12
Contoh kasus
Seorang perempuan wafat dengan meninggalkan harta berupa uang Rp 36 juta. Ahli warisnya terdiri dari suami, ibu, dua saudara laki-laki seibu, dan seorang saudara sebapak yang khuntsa.

Penyelesaiannya:
Jika diperkirakan laki-laki:
Suami : 1/2 x Rp 36 juta = Rp 18 juta
Ibu : 1/6 x Rp 36 juta = Rp 6 juta
Dua sdr lk seibu : 1/3 x Rp 36 juta = Rp 12 juta
Khuntsa (Sdr lk sebapak) : Sisa (tetapi sudah tidak ada sisa lagi)
· Jika diperkirakan perempuan (dalam hal ini terjadi ‘aul dari asal masalah 6 menjadi 9):
Suami : 3/9 x Rp 36 juta = Rp 12 juta
Ibu : 1/9 x Rp 36 juta = Rp 4 juta
Dua sdr lk seibu : 2/9 x Rp 36 juta = Rp 8 juta
Khuntsa (Sdr pr sebapak) : 3/9 x Rp 36 juta = Rp 12 juta

Dari kedua macam perkiraan ini, pembagiannya adalah sebagai berikut:
Menurut madzhab Hanafi:
a. Suami : Rp 18 juta
b. Ibu : Rp 6 juta
c. Dua sdr lk seibu : Rp 12 juta
d. Khuntsa (Sdr sebapak) : tidak mendapat apa-apa
Menurut madzhab Syafii:
a. Suami : Rp 12 juta
b. Ibu : Rp 4 juta
c. Dua sdr lk seibu : Rp 12 juta
d. Khuntsa (Sdr sebapak) : tidak mendapat apa-apa
e. Sisa : Rp 8 juta (ditahan sampai status khuntsa jelas)
Menurut madzhab Maliki:
a. Suami : ½ x (18 + 12) = Rp 15 juta
b. Ibu : ½ x (6 + 4) = Rp 5 juta
c. Dua sdr lk seibu : ½ x (12 + 8) = Rp 10 juta
d. Khuntsa (Sdr sebapak) : ½ x (0 + 12) = Rp 6 juta

Contoh kasus:
Seseorang (X) meninggal dunia dengan harta warisan sejumlah Rp 300 juta. Ahli warisnya 2 anak laki-laki (A dan B) dan 2 anak perempuan (C dan D). Sebelum warisan dibagi, A menyusul meninggal dunia sehingga ahli warisnya hanya saudara laki-laki dan perempuannya, yaitu B, C, dan D. Berapakah bagian B, C, dan D?

Penyelesaian:
Karena semua ahli waris dari A juga merupakan ahli waris dari X, maka dalam hal ini, Adianggap tidak ada, atau bukan ahli waris dari X sehingga ahli waris dari X hanya B, C, danD.Selanjutnya B, C, dan D mewarisi X sebagai ‘ashabah bil-ghair, sehingga uang Rp 300juta dibagi kepada mereka bertiga dengan perbandingan 2:1:1. Maka bagian masingmasing adalah:

Bagian B = 2/4 x Rp 300 juta = Rp 150 juta
Bagian C = 1/4 x Rp 300 juta = Rp 75 juta
Bagian D = 1/4 x Rp 300 juta = Rp 75 juta
Seandainya A dalam contoh ini memiliki harta peninggalan Rp 100 juta, maka uangnya dikumpulkan dengan uang X sehingga menjadi Rp 400 juta. Kemudian baru dibagi kepada B, C, dan D dengan perbandingan yang sama seperti sebelumnya, yaitu 2:1:1. Maka:
Bagian B = 2/4 x Rp 400 juta = Rp 200 juta
Bagian C = 1/4 x Rp 400 juta = Rp 100 juta
Bagian D = 1/4 x Rp 400 juta = Rp 100 juta







BAB III
KESIMPULAN
khuntsa, adalah orang yang mempunyai alat kelamin ganda (laki-laki dan perempuan), atau tidak mempunyai kedua-duanya sama sekali. Seorang khuntsa ada yang masih dapat diketahui atau diidentifikasi jenis kelaminnya. Khuntsa seperti ini disebutkhuntsa ghairu musykil. Jika seorang khuntsa tidak mungkin lagi untuk diidentifikasi jenis kelaminnya, maka orang itu disebut khuntsa musykil. Untuk dapat mengidentifikasi jenis kelamin seorang khuntsa, dapat ditempuh cara berikut:
1.                  Meneliti alat kelamin yang dipergunakan untuk buang air kecil
2.                  Meneliti tanda-tanda kedewasaannya.
Dalam menghitung bagian warisan untuk khuntsa, ada tiga pendapat yang utama, yaitu pendapat Imam Syafi’I, Imam Maliki, dan Imam Hanafi. Sementara itu, Imam Hanbali berpendapat seperti Imam Syafii dalam hal khuntsa masih dapat diharapkan menjadi jelas status jenis kelaminnya. Tetapi dalam hal status khuntsa tidak dapat diharapkan menjadi jelas, pendapat beliau mengikuti pendapat ImamMaliki.
Munasakhah menurut bahasa artinya menyalin dan menghilangkan. Dua arti ini sesuai dengan Al-Quran surat al-Jatsiyah ayat 29 dan surat al-Baqarah ayat 106. Adapun munasakhah menurut istilah, terdapat beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain : As-Sayyid Asy-Syarif dan Ibnu Umar al-Baqry.
Pada dasarnya, munasakhah mempunyai dua bentuk, yaitu
1.                  Bentuk pertama:
Ahli waris yang akan menerima pemindahan bagian warisan dari orang yang mati belakangan adalah ahli waris juga bagi orang yang mati lebih dahulu
2.                  Bentuk kedua:
Ahli waris yang akan menerima pemindahan bagian warisan dari orang yang mati belakangan adalah bukan ahli waris bagi orang yang mati lebih dahulu. Yaitu, seandainya tidak terjadi kematian yang kedua, ia tidak dapat mewarisi orang yang mati lebih dahulu.


 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. The PoliTikKus - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Inspired by Sportapolis Shape5.com
Proudly powered by Blogger