BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam keluarga yang
sakinah ketika terdapat masalah selalu diselesaikan dengan ajaran Islam. Namun
ketika masalah warisan, banyak yang tidak menyelesaikan masalah waris tersebut
dengan hokum waris Islam. Padahal sudah jelas dalam Al-Quran dan Hadits tentang
pembagian harta warisan.
Pembagian harta
warisan tidak semuanya terdapat dalm Al-Quran, seperti tentang khunsa dam
munasakhah. Masalah ini diterangkan dalam Hadits tetapi tidak semuanya terdapat
dalam Hadits. Masih banyak ulam yang berijtihad untuk memutusakan masalah ini.
Sehingga harta warisan bisa dibagikan secara adil. Termasuk masalah khunsa dan
munasakhah yang harus diselesaikan dengan baik dan adil.
B.
Rumusan Masalah
Masalah yang akan
dibahas dalam makalah ini adalah masalah pembagian warisan khunsa dan munasakhah,
sebagaimana tersusun dibawah ini:
ü
Definisi Khunsa.
ü
Penghitungan bagian
warisan untuk khuntsa.
ü
Definisi Munaskhah.
ü
Bentuk-bentuk Munasakhah.
ü
Cara
Penyelesaian Munasakhah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Khunsa
Orang banci atau
disebut khuntsa, adalah orang yang mempunyai alat kelamin ganda
(laki-laki dan perempuan), atau tidak mempunyai kedua-duanya sama sekali.Di
dalam Al-Qur’an, dalam ayat-ayat mawaris, tidak disebutkan bahwa khuntsadikecualikan
dalam pembagian warisan. Bahkan, kebanyakan ahli fiqih berpendapat bahwakhuntsa,
bayi dalam kandungan, orang hilang, tawanan perang, dan orang-orang yang mati
bersamaan dalam suatu musibah atau kecelakaan, mendapat tempat khusus dalam
pembahasan ilmu faraidh. Ini berarti bahwa orang-orang ini memiliki hak yang
sama dengan ahli waris lain dalam keadaan normal dan tidak dapat diabaikan
begitu saja.
Seorang khuntsa ada
yang masih dapat diketahui atau diidentifikasi jenis kelaminnya. Khuntsa
seperti ini disebut khuntsa ghairu musykil. Jika seorang khuntsa tidak
mungkin lagi untuk diidentifikasi jenis kelaminnya, maka orang itu
disebut khuntsa musykil. Untuk dapat mengidentifikasi jenis kelamin
seorang khuntsa, dapat ditempuh cara berikut:
ü Meneliti alat kelamin yang dipergunakan untuk buang air kecil. Hadits Nabi
SAW: “Berilah warisan anak khuntsa ini (sebagai laki-laki atau
perempuan) mengingat dari alat kelamin yang mula pertama dipergunakannya untuk
buang air kecil.” (HR Ibnu Abbas)
ü Meneliti tanda-tanda kedewasaannya. Seorang laki-laki dapat dikenali jenis
kelaminnya melalui tumbuhnya janggut dan kumis, perubahan suara, keluarnya
sperma lewat dzakar, kecenderungan mendekati perempuan. Sementara perempuan
dapat dikenali jenis kelaminnya melalui perubahan payudara, haid, kecenderungan
mendekati laki-laki.
Orang yang normal
sudah jelas jenis kelaminnya sehingga statusnya dalam pembagian warisan dapat
ditentukan dengan segera. Tetapi berbeda halnya dengan khuntsakarena
dalam sebagian besar kasus, jenis kelamin seseorang dapat menentukan bagian
warisan yang diterimanya. Dari seluruh orang yang berhak sebagai ahli waris,
maka adatujuh macam orang yang ada
kemungkinan berstatus sebagai khuntsa. Ketujuh orang itu adalah:
ü
Anak
ü
Cucu
ü
saudara (kandung,
sebapak, atau seibu)
ü
anak saudara atau
keponakan (kandung atau sebapak)
ü
paman (kandung atau
sebapak)
ü
anak paman atau sepupu
(kandung atau sebapak)
Selain ketujuh macam
orang itu, tidak mungkin berstatus sebagai khuntsa. Sebagai
contoh, suami atau isteri tidak mungkin khuntsa karena
salah satu syarat timbulnya perkawinan adalah terjadi antara seorang laki-laki
dan seorang perempuan yang sudah jelas jenis kelaminnya. Begitu juga
dengan bapak, ibu, kakek, dan nenek;
keempat macam orang ini tidak mungkin khuntsa karena mereka
sudah jelas memiliki anak dan/atau cucu.
B.
Penghitungan bagian
warisan untuk khuntsa
1.
Dalam menghitung
bagian warisan untuk khuntsa, ada tiga pendapat yang utama:
Menurut Imam Hanafi:
Menurut Imam Hanafi:
Khuntsa diberikan bagian yang terkecil
dari dua perkiraan laki-laki dan perempuan, sedangkan ahli waris lain diberikan
bagian yang terbesar dari dua perkiraan laki-laki dan perempuan.
2.
Menurut Imam Syafii:
Semua ahli waris termasuk khuntsa
diberikan bagian yang terkecil dan meyakinkan dari dua perkiraan, dan sisanya
ditahan (di-tawaquf-kan) sampai persoalan khuntsa menjadi jelas, atau sampai
ada perdamaian untuk saling-menghibahkan (tawahub) di antara para ahli waris.
3.
Menurut Imam Maliki:
Semua ahli waris termasuk khuntsa
diberikan separuh dari dua perkiraan laki-laki dan perempuan (nilai tengah dari
dua perkiraan).
Sementara
itu, Imam Hanbali berpendapat
seperti Imam Syafii dalam hal khuntsa masih dapat diharapkan menjadi jelas
status jenis kelaminnya. Tetapi dalam hal status khuntsa tidak dapat diharapkan
menjadi jelas, pendapat beliau mengikuti pendapat ImamMaliki.
Contoh kasus
Seseorang wafat dan meninggalkan seorang
anak laki-laki dan seorang anak yang banci.
penyelesaian
penyelesaian
Jika dianggap laki-laki, berarti ahli
waris ada 2 orang anak laki-laki. Keduanya dalam hal ini adalah sebagai
‘ashabah bin-nafsi dan mewarisi seluruh harta dengan masing-masingmemperoleh
1/2 bagian.
Jika dianggap
perempuan, berarti ahli warisnya seorang anak laki-laki dan seorang anak
perempuan. Dalam hal ini, mereka adalah sebagai ‘ashabah bil-ghair dengan
ketentuan bagian anak laki-laki sama dengan dua kali bagian anak perempuan.
Jadi anak laki-laki memperoleh 2/3, sedangkan anak perempuan memperoleh 1/3.
Dari kedua macam anggapan ini, pembagiannya adalah sebagai berikut:
ü Menurut madzhab Hanafi:
Bagiananak laki-laki = 2/3
Bagian anak banci = 1/3
ü Menurut madzhab Syafii:
Bagian anak laki-laki = 1/2
Bagian anak banci = 1/3
Sisa = 1/6 (ditahan sampai jelas
statusnya)
ü Menurut madzhab Maliki:
Bagian anak laki-laki = ½ x (1/2 + 2/3)
= 7/12
Bagian anak banci = ½ x (1/2 + 1/3) =
5/12
Contoh kasus
Seorang perempuan
wafat dengan meninggalkan harta berupa uang Rp 36 juta. Ahli warisnya terdiri
dari suami, ibu, dua saudara laki-laki seibu, dan seorang saudara sebapak yang
khuntsa.
Penyelesaiannya:
Jika diperkirakan laki-laki:
Suami : 1/2 x Rp 36 juta = Rp 18 juta
Ibu : 1/6 x Rp 36 juta = Rp 6 juta
Dua sdr lk seibu : 1/3 x Rp 36 juta = Rp 12 juta
Khuntsa (Sdr lk sebapak) : Sisa (tetapi sudah tidak ada sisa lagi)
· Jika diperkirakan perempuan (dalam hal ini terjadi ‘aul dari asal masalah 6 menjadi 9):
Suami : 3/9 x Rp 36 juta = Rp 12 juta
Ibu : 1/9 x Rp 36 juta = Rp 4 juta
Dua sdr lk seibu : 2/9 x Rp 36 juta = Rp 8 juta
Khuntsa (Sdr pr sebapak) : 3/9 x Rp 36 juta = Rp 12 juta
Jika diperkirakan laki-laki:
Suami : 1/2 x Rp 36 juta = Rp 18 juta
Ibu : 1/6 x Rp 36 juta = Rp 6 juta
Dua sdr lk seibu : 1/3 x Rp 36 juta = Rp 12 juta
Khuntsa (Sdr lk sebapak) : Sisa (tetapi sudah tidak ada sisa lagi)
· Jika diperkirakan perempuan (dalam hal ini terjadi ‘aul dari asal masalah 6 menjadi 9):
Suami : 3/9 x Rp 36 juta = Rp 12 juta
Ibu : 1/9 x Rp 36 juta = Rp 4 juta
Dua sdr lk seibu : 2/9 x Rp 36 juta = Rp 8 juta
Khuntsa (Sdr pr sebapak) : 3/9 x Rp 36 juta = Rp 12 juta
Dari kedua macam perkiraan ini, pembagiannya adalah sebagai berikut:
Menurut madzhab Hanafi:
a. Suami : Rp 18 juta
b. Ibu : Rp 6 juta
c. Dua sdr lk seibu : Rp 12 juta
d. Khuntsa (Sdr sebapak) : tidak mendapat apa-apa
a. Suami : Rp 18 juta
b. Ibu : Rp 6 juta
c. Dua sdr lk seibu : Rp 12 juta
d. Khuntsa (Sdr sebapak) : tidak mendapat apa-apa
Menurut madzhab Syafii:
a. Suami : Rp 12 juta
b. Ibu : Rp 4 juta
c. Dua sdr lk seibu : Rp 12 juta
d. Khuntsa (Sdr sebapak) : tidak mendapat apa-apa
e. Sisa : Rp 8 juta (ditahan sampai status khuntsa jelas)
a. Suami : Rp 12 juta
b. Ibu : Rp 4 juta
c. Dua sdr lk seibu : Rp 12 juta
d. Khuntsa (Sdr sebapak) : tidak mendapat apa-apa
e. Sisa : Rp 8 juta (ditahan sampai status khuntsa jelas)
Menurut madzhab Maliki:
a. Suami : ½ x (18 + 12) = Rp 15 juta
b. Ibu : ½ x (6 + 4) = Rp 5 juta
c. Dua sdr lk seibu : ½ x (12 + 8) = Rp 10 juta
d. Khuntsa (Sdr sebapak) : ½ x (0 + 12) = Rp 6 juta
a. Suami : ½ x (18 + 12) = Rp 15 juta
b. Ibu : ½ x (6 + 4) = Rp 5 juta
c. Dua sdr lk seibu : ½ x (12 + 8) = Rp 10 juta
d. Khuntsa (Sdr sebapak) : ½ x (0 + 12) = Rp 6 juta
Contoh kasus:
Seseorang (X)
meninggal dunia dengan harta warisan sejumlah Rp 300 juta. Ahli warisnya 2 anak
laki-laki (A dan B) dan 2 anak perempuan (C dan D). Sebelum warisan dibagi, A menyusul
meninggal dunia sehingga ahli warisnya hanya saudara laki-laki dan
perempuannya, yaitu B, C, dan D. Berapakah bagian B, C, dan D?
Penyelesaian:
Karena semua ahli waris dari A juga merupakan ahli waris dari X, maka dalam hal ini, Adianggap tidak ada, atau bukan ahli waris dari X sehingga ahli waris dari X hanya B, C, danD.Selanjutnya B, C, dan D mewarisi X sebagai ‘ashabah bil-ghair, sehingga uang Rp 300juta dibagi kepada mereka bertiga dengan perbandingan 2:1:1. Maka bagian masingmasing adalah:
Karena semua ahli waris dari A juga merupakan ahli waris dari X, maka dalam hal ini, Adianggap tidak ada, atau bukan ahli waris dari X sehingga ahli waris dari X hanya B, C, danD.Selanjutnya B, C, dan D mewarisi X sebagai ‘ashabah bil-ghair, sehingga uang Rp 300juta dibagi kepada mereka bertiga dengan perbandingan 2:1:1. Maka bagian masingmasing adalah:
Bagian B = 2/4 x Rp 300 juta = Rp 150
juta
Bagian C = 1/4 x Rp 300 juta = Rp 75
juta
Bagian D = 1/4 x Rp 300 juta = Rp 75
juta
Seandainya A dalam
contoh ini memiliki harta peninggalan Rp 100 juta, maka uangnya dikumpulkan
dengan uang X sehingga menjadi Rp 400 juta. Kemudian baru dibagi kepada B, C,
dan D dengan perbandingan yang sama seperti sebelumnya, yaitu 2:1:1. Maka:
Bagian B = 2/4 x Rp 400 juta = Rp 200 juta
Bagian B = 2/4 x Rp 400 juta = Rp 200 juta
Bagian C = 1/4 x Rp 400 juta = Rp 100
juta
Bagian D = 1/4 x Rp 400 juta = Rp 100
juta
BAB III
KESIMPULAN
khuntsa, adalah orang yang mempunyai alat kelamin ganda (laki-laki dan perempuan),
atau tidak mempunyai kedua-duanya sama sekali. Seorang khuntsa ada
yang masih dapat diketahui atau diidentifikasi jenis kelaminnya. Khuntsa
seperti ini disebutkhuntsa ghairu musykil. Jika seorang khuntsa tidak
mungkin lagi untuk diidentifikasi jenis kelaminnya, maka orang itu
disebut khuntsa musykil. Untuk dapat mengidentifikasi jenis kelamin
seorang khuntsa, dapat ditempuh cara berikut:
1.
Meneliti alat kelamin
yang dipergunakan untuk buang air kecil
2.
Meneliti tanda-tanda
kedewasaannya.
Dalam menghitung
bagian warisan untuk khuntsa, ada tiga pendapat yang utama, yaitu pendapat Imam
Syafi’I, Imam Maliki, dan Imam Hanafi. Sementara itu, Imam Hanbali berpendapat
seperti Imam Syafii dalam hal khuntsa masih dapat diharapkan menjadi jelas
status jenis kelaminnya. Tetapi dalam hal status khuntsa tidak dapat diharapkan
menjadi jelas, pendapat beliau mengikuti pendapat ImamMaliki.
Munasakhah menurut
bahasa artinya menyalin dan menghilangkan. Dua arti ini sesuai dengan Al-Quran
surat al-Jatsiyah ayat 29 dan surat al-Baqarah ayat 106. Adapun munasakhah
menurut istilah, terdapat beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli,
antara lain : As-Sayyid Asy-Syarif dan Ibnu Umar al-Baqry.
Pada dasarnya,
munasakhah mempunyai dua bentuk, yaitu
1.
Bentuk pertama:
Ahli waris yang akan
menerima pemindahan bagian warisan dari orang yang mati belakangan adalah ahli
waris juga bagi orang yang mati lebih dahulu
2.
Bentuk kedua:
Ahli waris yang akan
menerima pemindahan bagian warisan dari orang yang mati belakangan adalah bukan
ahli waris bagi orang yang mati lebih dahulu. Yaitu, seandainya tidak terjadi
kematian yang kedua, ia tidak dapat mewarisi orang yang mati lebih dahulu.
What is the difference between casino games and slots?
BalasHapusSlot games are the most popular types of casino games, jancasino.com and https://septcasino.com/review/merit-casino/ the majority are poormansguidetocasinogambling slots. https://deccasino.com/review/merit-casino/ and the most commonly played slot games.